Jumat, 23 November 2012

Sejarah Perkembangan Islam Di Indonesia[Semester I Kelas XI SMA IPA]



A. Kedatangan dan Penyebaran Islam di Indonesia
Pada abad ke-1 hingga ke-7 M, pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa sering disinggahi pedagang asing, seperti Pelabuhan Lamuri (Aceh), Barus dan Palembang di Sumatra serta Pelabuhan Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.

Cikal bakal keberadaan Islam di Nusantara telah dirintis pada periode abad ke-1 hingga ke-5 H atau abad ke-7 hingga ke-8 M. Pada periode ini, para pedagang dan mubalig membentuk komunitas Islam. Para mubalig memperkenalkan dan mengajarkan Islam kepada penduduk setempat tentang Islam. Ajaran-ajaran Islam tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Islam mengajarkan toleransi terhadap sesama manusia, saling menghormati dan tolong menolong.
2. Islam mengajarkan bahwa dihadapan Allah, derajat semua manusia sama, kecuali takwanya.
3. Islam mengajarkan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pengasih dan Penyayang, dan mengharamkan manusia saling berselisih, bermusuhan, merusak, dan saling mendengki.
4. Islam mengajarkan agar manusia menyembah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukannya serta senantiasa setiap saat berbuat baik terhadap sesama manusia tanpa pilih kasih.

Ajaran Islam ini sangat menarik perhatian penduduk Indonesia. Dengan demikian, dakwah dan pengaruh Islam makin meluas, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun bangsawan atau penguasa.

Proses Islamisasi diperkirakan sudah berlangsung sejak persentuhan itu terjadi. Di Aceh, kerajaan Islam Samudra Pasai berdiri pada pertengahan abad ke-13 M sehingga perkembangan masyarakat muslim di Malaka semakin pesat. Ibnu Batutah menceritakan, Sultan Kerajaan Samudra Pasai, Sultan Al Malik Az Zahir dikelilingi oleh ulama dan mubalig Islam.

Sementara itu di Jawa proses penyebaran Islam sudah berlangsung sejak abad ke-11 M dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang bertahun 475 H/1082 M.
Pengaruh Islam yang masuk ke Indonesia bagian timur, terutama Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang sepanjang pusat lalu lintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku.

Menurut Tome Pires, masyarakat yang masuk Islam di Maluku dimulai kira-kira tahun 1460-1465 M. Mereka datang dan menyebarkan pembelajaran Islam melalui perdagangan, dakwah, dan perkawinan.

Sulawesi, terutama bagian selatan, sejak abad 15 M sudah didatangi oleh pedagang-pedagang muslim yang kemungkinan berasal dari Malaka, Jawa, dan Sumatra. Pada abad ke-16 di daerah Goa sebuah kerajaan terkenal di daerah itu telah terdapat masyarakat muslim.

B. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan
1. Ilmu-ilmu Keagamaan
Perjuangan itu dilakukan, diberbagai aspek antara lain pendidikan, kesehatan, dakwah, sosial, politik hingga teknologi. Setidaknya ada dua cara yang dilakukan oleh para ulama dalam menumbuhkembangkan ajarannya yaitu sebagai berikut :
a. Membentuk kader-kader ulama yang akan bertugas sebagai mubalig ke daerah-daerah yang lebih luas.
b. Melalui karya-karya tulisan yang tersebar dan dibaca di seluruh Nusantara. Karya-karya itu mencerminkan perkembangan pemikiran dan ilmu-ilmu agama di Indonesia pada masa itu.

Ilmuwan-ilmuwan muslim di Indonesia tersebut, antara lain :
a. Hamzah Fansuri (sufi) dari Sumatera Utara. Karyanya yang berjudul Asrar Al Arifin fi Bayan ila Suluk wa At Tauhid.
b. Syamsuddin As Sumatrani dengan karyanya berjudul Mir’atul Mu’min (Cermin Orang Beriman).
c. Nurrudin Ar Raniri, yaitu seorang yang berasal dari India keturunan Arab Quraisy Hadramaut. Karya-karyanya meliputi ilmu fikih, hadis, akidah, sejarah, dan tasawuf yang diantaranya adalah As Sirat Al Mustaqim (hukum), Bustan As Salatin (sejarah), dan Tibyan fi Ma’rifat Al Adyan (tasawuf).
d. Abdul Muhyi yang berasal dari Jawa. Karyanya adalah kitab Martabat Kang Pitu (Martabat yang Tujuh).
e. Sunan Bonang dengan karyanya Suluk Wijil
f. Ronggowarsito dengan karyanya Wirid Hidayat Jati
g. Syekh Yusuf Makasar dari Sulawesi (1629-1699 M). Karya-karyanya yang belum diterbitkan sekitar 20 buah yang masih berbentuk naskah.
h. Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (1812 M) seorang ulama produktif yang menulis kitab sabitul Muhtadil (fikih).
i. Syekh Nawawi Al Bantani yang menulis 26 buah buku diantaranya yang terkenal Tafsir Al Muris
j. Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau (1860-1916 M)

2. Arsitektur Bangunan
Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau memiliki penduduk yang juga terdiri dari beragam suku, bangsa, adat, kebiasaan dan kebudayaan masing-masing. Oleh karena itu perbedaan latar belakang tersebut, arsitektur bangunan-bangunan Islam di Indonesia tidak sama antara satu tempat dengan tempat yang lainnya. Beberapa hasil seni bangunan pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia antara lain. Masjid-masjid kuno di Demak, Sandang Duwur Agung di Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten dan Masjid Baiturahman di Aceh.

Beberapa masjid masih memiliki seni masih memiliki seni bangunan yang menyerupai bangunan merupai pada zaman Hindu. Ukiran-ukiran pada mimbar, hiasan lengkung pola kalamakara, mihrab dan bentuk mastaka atau memolo menunjukkan hubungan yang erat dengan kebudayaan agama Hindu, seperti Masjid Sendang Duwur.

C. Peranan Umat Islam pada Masa Penjajahan, Masa Kemerdekaan dan Masa Perkembangan
1. Masa penjajahan
Jauh sebelum Belanda masuk ke Indonesia, sebagian besar masyarakat Nusantara telah memeluk agama Islam yang ajarannya penuh kedamaian, saling menghormati, dan tidak bersikap buruk sangka terhadap bangsa asing. Semula bangsa asing seperti Portugis dan Belanda datang ke Indonesia hanya untuk berdagang, tetapi dalam perkembangan selanjutnya niat itu berubah menjadi keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai koloni di bawah kekuasaan dan jajahannya. Portugis berhasil meluaskan wilayah dagangnya dengan menguasai Bandar Malaka di tahun 1511 sehingga akhirnya mereka dapat masuk ke Maluku, Ternate dan Tidore.

Portugis juga mematikan aktivitas perdagangan kaum muslim Indonesia di daerah lainnya seperti Demak. Pada tahun 1527 M, Demak di bawah pimpinan Fatahillah berhasil menguasai Banten. Banten dan Aceh kemudian menjadi pelabuhan yang ramai menggantikan Bandar Malaka.

Dilandasi semangat tauhid dan hasil pendidikan yang diperoleh dari pesantren menyebabkan semakin bertambahnya kader pemimpin dan ulama yang menjadi pengayom masyarakat. Kaum bangsawan dan kaum adat yang semula tidak memahami niat para ulama untuk mempertahankan Indonesia dari cengkeraman penjajah secara perlahan bersatu padu untuk mempertahankan Nusantara dari ekspansi Belanda.

Contoh perlawanan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh tersebut antara lain:
1. Tuanku Imam Bonjol melalui Perang Paderi (1821-1837) di Sumatera Barat.
2. Pangeran Diponegoro (1815-1838) melalui Perang Diponegoro di Jawa Tengah.
3. Perang Aceh (1873-1904) di bawah pimpinan Panglima Pilom, Teuku Cik Ditiro, Teuku Umar, dan Cut Nyak Din.

2. Masa Kemerdekaan
Umat Islam kemudian mengganti perjuangannya melawan penjajahan dengan strategi atau jalan mendirikan organisasi-organisasi Islam yang diantaranya sebagai berikut :
a. Syarikat Dagang Islam
Syarikat Dagang Islam yang kemudian berubah menjadi Syarikat Islam berdiri pada tahun 1905 dipimpin oleh H. samanhudi, A.M. Sangaji, H.O.S. Cokroaminoto dan H. Agus Salim. perkumpulan ini berdiri dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup bangsa ndonesia, terutama dalam dunia perniagaan.

b. Jam’iatul Khair
Berdiri pada tahun 1905 M di Jakarta adalah pergerakan Islam yang pertama di pulau Jawa. Anggotanya kebanyakan keturunan (peranakan) Arab.

c. Al Irsyad
Al Irsyad adalah organisasi Islam yang didirikan tahun 1914 M oleh para pedagang dan ulama keturunan Arab, seperti Syekh Ahmad Sorkali.

d.Perserikatan Ulama
Gerakan modernis Islam yang berdiri pada tahun 1911 M oleh Abdul Halim dan berpusat di Majalengka Jawa Barat. Organisasi ini diakui keberadaannya oleh Belanda tahun 1917 dan bergerak dibidang ekonomi dan sosial, seperti mendirikan panti asuhan yatim piatu pada tahun 1930 M.

e. Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta 18 November 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan bertepatan tanggal 8 Zulhijah 1330. Muhammadiyah bukan merupakan partai politik, tetapi gerakan Islam yang bergerak dalam bidang sosial dan pendidikan.

f. Nahdatul Ulama
Didirikan pada bulan Januari 1926 oleh KH. Hasyim Asy’ari yang bertujuan membangkitkan semangat para ulama Indonesia dengan cara meningkatkan dakwah dan pendidikan karena saat itu Belanda melarang umat Islam mendirikan sekolah-sekolah yang bernafaskan Islam seperti Pesantren.

3. Masa Perkembangan
Di masa perkembangan atau setelah memperoleh kemerdekaan, umat Islam juga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya memajukan bangsa dan negara. Peran-peran tersebut antara lain dilakukan melalui hal-hal sebagai berikut.

a. Membentuk Departemen Agama
Tujuan dan fungsi Departemen Agama dirumuskan sebagai berikut:
1) Mengurus serta menuntut pendidikan agama di sekolah-sekolah serta membimbing perguruan-perguruan agama.
2) Mengikuti dan memperhatikan hal-hal yang bersangkutan dengan agama dan keagamaan.
3) Memberi penerangan dan penyuluhan agama.

b. Di Bidang Pendidikan
Salah satu bentuk pendidikan Islam tertua di Indonesia adalah pesantren yang tersebar di berbagai pelosok daerah. Lembaga ini dipimpin oleh seorang kyai dan saat ini sudah banyak muncul pesantren yang bersifat modern. Artinya, pendidikan Islam tersebut memiliki kurrikulum dan jenjang-jenjang pendidikan mulai dari tingkat dasar (ibtidaiyah), menengah (tsanawiyah), dan tingkat atas (aliyah), bahkan sampai ke tingkat perguruan tinggi, seperti Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang sekarang telah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN).

c. Majelis Ulama Indonesia
Selain Departemen Agama, pemerintah Indonesia juga mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI), yaitu suatu wadah kerja sama antara pemerintah dan ulama dalam urusan keorganisasian, khususnya agama Islam. Majelis Ulama Indonesia bergerak dalam bidang dakwah dan pendidikan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat berdiri pada bulan Oktober 1962 yang memiliki tujuan awal antara lain sebagai berikut :
1) Pembinaan mental dan agama bagi masyarakat.
2) Ikut ambil bagian dalam penyelenggaraan revolusi dan pembangunan semesta berencana dalam rangka demokrasi terpimpin.

D. Hikmah Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Setelah memahami bahwa perkembangan Islam di Indonesia memiliki warna atau ciri yang khas dan memiliki karakter tersendiri dalam penyebarannya, kita dapat mengambil hikmah, diantaranya sebagai berikut:
1. Islam membawa ajaran yang berisi kedamaian.
2. Penyebar ajaran Islam di Indonesia adalah pribadi yang memiliki ketangguhan dan pekerja keras.
3. Terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal meskupin Islam tetap memiliki batasan dan secara tegas tidak boleh bertentangan dengan ajaran dasar dalam Islam.

E. Manfaat dari Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Banyak manfaat yang dapat kita ambil untuk dilestarikan diantaranya sebagai berikut:
1. Kehadiran para pedagang Islam yang telah berdakwah dan memberikan pengajaran Islam di bumi Nusantara turut memberikan nuansa baru bagi perkembangan pemahaman atas suatu kepercayaan yang sudah ada di nusantara ini.
2. Hasil karya para ulama yang berupa buku sangat berharga untuk dijadikan sumber pengetahuan.
3. Kita dapat meneladani Wali Songo telah berhasil dalam hal-hal seperti berikut.
a. Menjadikan masyarakat gemar membaca dan mempelajari Al Quran.
b. Mampu membangun masjid sebagai tempat ibadah dalam berbagai bentuk atau arsitektur hingga ke seluruh pelosok Nusantara
4. Mampu memanfaatkan peninggalan sejarah, termasuk situs-situs peninggalan para ulama, baik berupa makam, masjid, maupun peninggalan sejarah lainnya.
5. Seorang ulama atau ilmuwan dituntut oleh Islam untuk mempraktikkan tingkah laku yang penuh keteladanan agar terus dilestarikan dan dijadikan panutan oleh generasi berikutnya.
6. Para ulama dan umara bersatu padu mengusir penjajah meskipun dengan persenjataan yang tidak sebanding.

F. Perilaku Penghayatan Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Ada beberapa perilaku yang merupakan cerminan dari penghayatan terhadap manfaat yang dapat diambil dari sejarah perkembangan Islam, yaitu antara lain sebagai berikut:
1. Berusaha menjaga persatuan dan kerukunan antaraumat beragama, saling menghormati, dan tolong menolong.
2. Menyikapi kejadian masa lalu dengan sikap sabar dan tetap meyakini bahwa setiap kejadian pasti ada hikmahnya.
3. Sumber ilmu pengetahuan yang berupa karya tulis dari para ulama hendaknya terus digali atau dipelajari dan dipahami maksudnya.
 Cr : http://dhia20.blogspot.com/2012/06/sejarah-perkembangan-islam-di-indonesia.html

SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HINDU DI INDONESIA PADA MASA KERAJAAN [Semester I Kelas XI SMA IPA]


A.   Masa Keemasan
Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada abad ke-4 Masehi, hal ini dapat diketaahui dengan adanya bukti tertulis atau benda-benda purbakala pada abad ke-4 Masehi di kerajaan Kutai. Dan prosesnya tidak jauh berbeda dengan masuknya agama Islam di Indonesia yaitu dengan melalui kontak-kontak dagang. Transaksi dagang India yang beragama Hindu memicu pertumbuhan dan perkembangan agama Hindu di Indonesia yang pada saat itu bersistem kerajaan. Jejak-jejak pertumbuhan Hindu di Indonesia di temukan di Kalimantan Timur (Kutai, abad ke-4), Bali, dan Jawa Barat (Purnawarman, abad ke-5). Ada dua sumber yang dapat dijadikan acuan untuk memahami perkembangan agama Hindu di tahap awal Nusantara (baca: Indonesia), yaitu prasasti dan bangunan suci (candi) yang erat kaitannya dengan kerajaan Hindu pada waktu itu.
1.  Prasasti
Prasasti pertama yang berkaitan erat dengan kerajaan Hindu ditemukan pertama kali di Kutai, Kalimantan Timur pada awal abad ke-5 dalam bentuk tujuah buah Yupa (memakai huruf Pallawa dan bahasa sansakerta). Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang menyatakan bahwa: “Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman”, selain itu Prasasti tersebut memuat silsilah raja-raja pertama Kutai. Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan “Vaprakeswara”. Di jawa Barat juga ditemukan sejumlah prasasti (memakai huruf Pallawa dan bahasa sansakerta) yang dibuat pada abad ke-5 sebagai peninggalan raja Purnamarwan.
Dan hal yang perlu digaris bawahi, semua prasasti yang ditemukan di Kalimantan Timur dan jawa Barat tidak menunjukkan angka tahun yang pasti, prasasti pertama yang berangka tahun adalah prasasti Canggal yang yang memakai tahun Candra Sangkala “Sruti Indria Rasa”, artinya tahun 654 Saka/ 732 M. Berdasarkan prasasti Canggal dan sejumlah prasasti yang ditemukan di Yogyakarta, Magelang, dan Kedu, dapat disimpulakan bahwa antara tahun 732-929 M di Jawa Tengah berdiri kerajaan Hindu yang bernama Kerajaan Mataram, dengan ibu Kota Kerajaan berrnama Medang. Prasasti-prasasti itu menyebut dewa-dewa Tri Murti, dengan dewa Siwa sebagai dewa yang paling utama, dan dapat dipastikan Hinduisme yang menonjol waktu itu adalah sekte Siwa.
Prasasti Dinoyo (760 M) yang ditemukan di Jawa Timur dekat kota malang dengan memakai huruf Jawa Kuno berbahasa sansakerta, menceritakan keberadaan kerajaan Kanjuruhan yang diperintah oleh dewa Simha, beliau tergolong raja yang sangat bijaksana, dan pemuja dewa Siwa. Selajutnya kerajaan Kanjuruhan disatukan oleh Mataram pada zaman pemerintahan Rakai Balitung. Pada tahun 929 kerajaan Mataram Jawa Tengah dipindahkan oleh Mpu Sindok ke Tawlang (Jawa Timur, deket Jombang) dan mendirikan dinasti Isana. Senagai seorang yang taat beragama Hindu, pada masa pemerintahan Mpu Sindok berhasil disusun kitab-kitab agama Hindu (Bhuana Kosa, Bhusana Sanksepa, Vrhaspati Tattva). Pemerintahan selanjutnya yang dipimpin oleh Dharmawangsa Teguh (991-1016) disusun kitab hukum Purwadigama (bersumber pada Manava Dharmasastra) dan Siwasesana. Di lakukan juga penerjemahan kitab Mahabrata dan Ramayana dari bahasa Sansakerta ke bahasa Jawa yang dipimpin langsung oleh Dharmawangsa sebagai tim penerjemah. Pada pemerintahan Airlangga yang juga beragama Hindu tapi bersekte Wisnu (1019-1042) dalam uapayanya sebagai penerus Dinasti Isana, berhasil disusun kitab Arjuna Wiwaha oleh Mpu Kanva (1030 M). Kemudian Airlangga lengser keprabon mandeg pandito, menjadi seorang pertapa dengan nama Rsi Gentayu, setelah sebelumnya membagi kerajaan menjadi dua, yaitu Jenggala dan Kediri dan menyerahkan kepada kedua putranya.
Perkembangan selanjutnya Kerajaan Kediri menjadi kerajaan besar dan berpengaruh dengan agama Hindu yang bersekte Wisnu. Pada pemerrintahan raja pertama yaitu Jayawarsa berhasil dibuat kekawin Ramayana. Pada masa pemerintahan Kameswara (1115-1130) disusun kekawin Samarandana oleh Mpu Darmaja. Pada masa pemerintahan Jayabaya (1130-1160) berhasil digubah kekawin Bharata Yudha oleh Mpu Sedah dan Panuluh; Kisnayana, Hariwangsa, dan Gatotkacasraya oleh Mpu Panuluh; Lubdaka oleh Mpu Tanakung; dan Bhoma Kavya oleh Monaguna. Dan akhirnya Kerajaan Kediri runtuh pada masa pemerintahan Kertanegara (1200-1222) karena diserang oleh Ken Arok (pendiri kerajaan singosari). 
Bersamaan dengan pemerintahan Airlangga di Jawa Timur, di Jawa Barat terdapat kerajaan Parahyangan Sunda. Rajanya bernama Sri Jayabhupati Jayamahen Wisnumurti, beragama Hindu sekte Vaisnava. Kerajaan tersebut meninggalkan prasasti tentang pemujaan kepada Sang Hyang tapak.
2.  Candi
Bukti lain yang menunjukkan bahwa dewa siwa menjadi dewa yang paling utama di mayoritas masyarakat Indoneisa khususnya di Jawa Tengah pada saat kerjaan Mataram Jawa Tengah (723-929 M) adalah pendirian candi Prambanan pada zaman pemerintahan Pakai Pikatan dan permaisurinya Pramodhawardhani yang menempatkan candi Siwa sebagai candi pusat. Hal itu terjadi sebelum Mpu Sindok memindahkan Kerajaan Mataram Jawa Tengah ke Jawa Timur. Di Jawa Timur Dewa Simha seorang Raja Kanjuruhan (760 M) mendirikan candi Badut yang di dalamnya ada patung Lingga dan patung Puntikeesvara sebagai penghormatan kepada Maharsi Agastysa yang selalu digambarkan sebagai Siwa dalam wujudnya sebagai Mahaguru.
Pada kerajaan singosari, banyak didirikan candi-candi untuk pemujaan kepada arwah-arwah raja yang sudah wafat. Yang cukup menarik raja-raja tersebut didirkan dua candi; Hindu dan Budha. Seperti Ken Arok, yang bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi  dibuatkan candi kegenengan (dipuja sebagai titisan Siwa) dan candi Usana (dipuja sebagai Budha).
Kehidupan berlangsung rukun ketika masa kerajaan Majapahit (1293-1528) sehingga memberikan peluang dan berkembangnya kebudayaan, yang diwujudkan dalam bentuk candi dan karya sastra dan produk perundang-undangan. Peninggalan candi Seperti candi Simping, candi Penataran, dan candi Rimbi. Karya satranya seperti ‘Negara Kertagama’ (Mpu Prapanca) yaitu tentang keluarga kerajaan dan kondisi masyarakat, ‘Sutasoma’ (Mpu Tantular) tentang keserasian hubungan antara Hindu-Buddha lewat sesanti Bhinneka Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa, dan ‘Arjuna Wiwaha’ tentang ajaran kepemimpinan panca stiti dharmeng prabu, tentu pagelaran, Calon Arang, Bubuksah, Sundayana, Rangga Lawe, dll. Dua buah kitab hukum yang berhasil disusun adalah kitab Kutaramanawa yang dibuat oleh gajah Mada, mengacu pada Manavadharmasastra disesuikan dengan hukum adat yang sudah ada dan kitab Patiguna yang mengatur tentang pertanian dan pemanfaatan tanah.
B.   Masa Keruntuhan
Masa keruntuhan agama Hindu di Indonesia terjadi setelah Gajah Mada dan Hayam Wuruk wafat, kerajaan Majapahit mengalami kemunduruan yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1.  Tidak adanya kaderisasi kepemimpinan sehingga tidak ada yang mempu menggantikan kedudukan gajah Mada,
2.  Adanya perpecahan keluarga yang kemudian disusul dengan terjadinya perang Peregreg,
3.  Dan juga masuknya agama Islam yang sebelumnya memang telah mengalami perekmabangan begitu pesat di daerah pesisir; Tuban, Gresik, Jepara, Demak dll.
Pada saat Mjapahit lemah, bandar-bandar islam menyerang kerajaan Majapahit dengan dipimpin oleh sultan Demak yaitu Raden Patah. Keruntuhan Majapahit mengawali keruntuhan kerajaan-kerajaan Hindu lainnya, seperti Kerajaan Pajajaran ditaklukan oleh Kesultanan Banten, sedangkan Blambangan diserbu ooleh sultan Agung. Keruntuhan kerajaan Hindu Majapahit yang disusul dengan Transformasi agama rakyat dari Hindu menjadi Islam secara umum memang berlangsung cukup mudah, karena pada zaman itu agama rakyat bergantung pada agama Raja “agama ageming aji” sehingga merubah Hindu mayoritas menjadi Hindu Minoritas. Akan tetapi ada juga orang-orang yang menolak untuk masuk Islam, sehingga mereka terpaksa menyyingkir ke Pasuruan, Panarukan, dan Bali.
Beberapa pendeta yang datang ke Bali karena menolak untuk masuk Islam diantaranya adalah Dang Hyang Nirartha dan Dang Hyang Astapaka (Buddha). Kedua pendeta tersebut diangkat menjadi pendeta Istana di Kerajaan Gelgel oleh Raja Dalem Waturenggong, oleh sebab itu terjadilah banyak perubahan, yaitu:
1.  Kedudukan para Mpu dan Rsi Bujangga yang tadinya sebagai bhagavanta kerajaan digantikan kedudukannya oleh beliau berdua;
2.  Sistem catur warna yang sudah ada sejak zaman Bali Kuno diganti dengan catur wangsa. Dalam hal ini keturunan kedua pendeta tersebut menjadi Brahmana wangsa, keluarga Dalem (kerajaan) menjadi Ksatria wangsa, sedangkan para arya yang berasal dari kedri dan majapahit dijadikan Waisya wangsa, selain dari Tri wangsa tersebut dinamakan Sudra wangsa. Pada umumnya orang-orang yang asli Bali tidak dapat menerima digoolongkan sebagai sudra wangsa dan akhirnya mereka menyebut dirinya sebagai Jaba (luar);
3.  Disusun lontar-lontar pedoman hidup bernegara dan bermasyarakat menurut sistem catur wangsa serta pedoman upacara keagamaan. Mpu Lutuk menulis sebuah lontar Plutuk yang berisi tentang pedoman sesaji;
4.  Sebutan pendeta Dang Hyang menjadi Pedanda. Pedanda Nirartha banyak menulis lontar keagamaan, misalnya Kidung Sebun Sangkung, Dharma Pitutur, Dharma Putus, Dharma Senya Keling, Selutuk Menor, Siwa Sesana, Putra Sesana, dll.

BAB III
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HINDU
DI INDONESIA PADA MASA PENJAJAHAN
(Kemunculan agama Tirta dan Ajarannya)
Setelah Zaman Waturenggong di Bali, perekmebangan agama Hindu di Bali tampaknya tidak mengalami perubahan yang berarti. Apalagi setelah pemerintaha Sri Aji Dewa Agung Gede (1825-1870) yang sangat lemah, yang memberi peluang beberapa punggawa daerah untuk melepaskan diri dan membentuk kerajaan-kerajaan kecil. Kedatangan Belanda ke Indonesia khususnya ke Bali ikut memperkeruh sistem kemasyarakatan, sehingga catur wangsa semakin kuat menjadi kasta ala Bali.
Pada tahun 1939 di Klungkung berdiri organisasi keagamaan bernama Tri Murti, sedangkan di Singaraja berdiri Perkumpulan Bali Dharma Laksana. Organisasi-organisasi tersebut bermaksud memperbaiki pelaksanaan agama melalui penerbitan buku-buku, untuk meningkatkan kualitas umat. Pada zaman Jepang didirikan Paruman Pandita Dharma yang bertujuan untuk mempersatukan berbagai paham keagamaan yang terdapat di Bali. Pada waktu itu agama yang dianut oleh masyarakat Bali adalah agama Siwa Raditya atau agama Sang Hyang Surya (sesuai dengan dewa yang dipuja masyarakat Jepang).
Kemunculan Agama Tirta dan Ajarannya
Aagama Tirta (air) muncul pada zaman kedudukan Belanda di Indonesia, karena agama ini menyembah Siwa dan Budha, dan umumnya upacara yang diadakan oleh agama Tirta menggunakan air suci. Sekarang nama resmi agama ini adalah agama Hindu Dharma.
Agama Hindu Dharma adalah agama upacara, umat pada umumnya tidak berbicara mengenai teologi namun setia menjalankan upacara agama sesuai petunjuk para imam. Kepercayaan akan kehidupan reinkarnasi itu disertai upacara ngaben (pembakaran mayat keluarga kaya). Mereka yang terpelajar mencari pengertian mengenai dewa-dewi lokal dan ikatannya dengan sesama dewa. Sebagai contoh dewa Batara di danau batur adalah saudara dewa Batara di gunung Agung, padahal keduanya berasal dari dewa-dewi Jawa kuno. Untuk menjaga Bali, Dewa Jawa (Sang Hyang Pasupati) mengirimkan 7 anak-anaknya ke Bali yang kemudian menjadi dewa-dewi lokal.
Penyebaran agama disamping melalui para imam (ajaran Weda) juga dengan kuat ditanamkan melalui upacara dan tari-tarian, khususnya yang bertemakan Mahabarata dan Ramayana, juga babad (sejarah tradisi) dan tutu/ satua (sejarah yang diucapkan turun-temurun). Dewa utama di Bali adalah Trimurti Weda, yaitu Brahma (pencipta), Wisnu (pemelihara) dan Syiwa (perusak). Tiap keluarga Bali memiliki kuil (sangga) beruang tiga untuk menyembah Trimurti dan roh-roh nenek-moyang. Di tingkat desa, desa adat memiliki tiga kuil (pura-tiga kayangan), yaitu pura Desa, Puseh, dan Dalem yang dipersembahkan kepada Brahma, Wisnu dan Syiwa bersama-sama. Disamping itu ada pura yang bersifat regional yang disebut 'Kahyangan Jagad' (tempat suci dunia), seperti pura Besakih, Batur, Lempuyang Luhur, Gua Lawah, Uluwatu, Batukara, Pusering Jagad, Pulaki, Tanah Lot, dan Sakenan. Dari seluruh pura ini, pura Besakih di lereng gunung Agung adalah yang terbesar. Kuil-kuil diisi Meru (pagoda) yang biasanya beratap ganjil jumlahnya dan maksimum sebanyak 11 buah dan biasanya digunakan untuk menghormati dewa-dewi atau nenek-moyang tertentu.
Agama Hindu Bali adalah agama upacara dimana agama dituturkan dari generasi-ke-generasi yang diperkuat dengan persembahan kepada dewa-dewi setiap hari, dan khususnya pada hari-hari tertentu ada persembahan untuk mengingat hari raya tertentu, dan juga untuk pergi ke kuil secara berkala. Setiap perayaan penting selalu didahului upacara agama untuk mengusir roh-roh jahat. Demikian juga, bencana alam (termasuk pengeboman di legian-Kuta) harus disucikan dengan upacara doa. Hindu Bali menyembah dewa tertinggi yang disebut Sang Hyang Widi sebagai manifestasi dewa matahari Syiwa Raditya.
Cr : http://gudangtugasku.blogspot.com/2012/02/sejarah-pertumbuhan-dan-perkembangan.html

SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI INDONESIA [Sejarah Semestr I Kelas XI IPA]

-->

A.  SRIWIJAYA

  1. Kerajaan Sriwijaya sekarang diperkirakan terletak disekitar kota Palembang, Sumatra selatan
  2. Kerajaan ini didirikan sekitar abad ke VII, para Raja di kerajaan ini umumnya menganut agama Buddha, hal ini dapat dilihat dari catatan bahwa di ibukota terdapat Perguruan Tinggi agama Buddha.
  3. Di Perguruan tinggi ini banyak bhikkhu yang belajar agama dan ilmu pengetahuan lainnya.
  4. Di Kerajaan ini tinggal seorang pujangga yang sangat terkenal yaitu Dharmapala dan sakyakirti yang sempat belajar di Perguruan tinggi ini.
  5. Agama Buddha di Sriwijaya juga diberitakan oleh seorang pemuda dari daratan China bernama Itsing.
  6. Itsing datang ke Sriwijaya pada tahun 671, setelah ia berziarah ke India.  Itsing tinggal di sriwijaya selama 6 bulan sebelum ia kembali lagi ke India.
  7. Untuk kedua kalinya Itsing datang kembali ke Sriwijaya pada tahun 688 dan menetap selama 7 tahun.
  8. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Itsing para bhikkhu yang belajar berjumlah 1.000 orang.
 B.      MATARAM I WANGSA SYAILENDRA

1.       Kerajaan Mataran dipimpin oleh Raja Wangsa Syailendra pada abad ke VIII antara tahun 775-850.
2.      Pada zaman ini agama Buddha berkembang sangat pesat sekali karena pada saat itulah Candi Borobudur, Candi Pawon, Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi Kalasan, Candi Sewu didirikan oleh seniman bangsa Indonesia.
3.      Candi-candi tersebut dapat berdiri atas perintah Raja syailendra
4.      Setelah raja Samaratungga meninggal, Mataram diperintah kembali oleh Raja dari Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu, namum agama Buddha dan Hidu dapat berkembang dengan rukun dan damai.

C.   MAJAPAHIT

1.      Kerajaan ini dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada tahun 1292-1478.
2.     Dibawah Raja-raja Majapahit, yang menganut agama Hindu dan agama Buddha tetap berkembang dengan baik.
3.     Untuk membina rakyat yang beragama Buddha dan Hindu raja mengangkat dua penasehat agung yaitu Dharmadhyaksa Ring Kasogatan dari golongan Buddha dan Dharmadhyaksa Ring Kasewan dari golongan Hindu.
4.     Kerukunan tetap terjaga berkat ide cemerlang dari seorang Pujangga Buddhis bernama Mpu Tantular terkenal dengan bukunya Sutasoma.
5.     Salah satu syair yang terdapat dalam buku tersebut adalah : Ciwara Buddha Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa.
6.     Kalimat ini sampai saat ini masih kita jumpai dengan nama Bhinneka Tunggal Ika.

 D.  ZAMAN PENJAJAHAN

1.      Pada zaman ini agama Buddha tidak terdengar lagi kabarnya karena kedatangan penjajah Belanda dan setelah berdirinya VOC pada abad XVII-XX
2.     Para penjajah tidak mengenal agama Buddha karena mereka beragama Kristen, Katolik dan Islam, tetapi agama Buddha dan Hindu masih ada dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari .
3.     Lambat laun agama Buddha mulai muncul kembali tetapi di klenteng-klenteng dimana kegiatannya menitikberatkan pada upacara seremonial saja.
4.     Pada abad ke XX agama Buddha mulai muncul kembali dengan dipelopori oleh orang belanda yang benama Josias Van Dienst di Bogor dan Ernest E. Power di Jakarta pada tahun 1920-an yang akhirnya mendirikan erkumpulan agama Buddha di Jawa.
5.     Pada tahun 1934 seorang bhikkhu dari Srilanka bernama Narada mahathera datang ke Indonesia atas undangan Theosofi dari Bandung untuk menyebarkan agama Buddha di Bandung dan jakarta.

 E.   KEBANGKITAN AGAMA BUDDHA setelah INDONESIA MERDEKA.

1.     Agama Buddha mulai bangkit dan berkembang pada zaman penjajahan Belanda dan datangnya seorang bhikkhu dari Srilanka.
2.     Mulai tahun 1950-an mulai dibentuk organisasi umat Buddha yang mengkoordinir pembabaran dharma diseluruh Indonesia.
3.     Karena kurangnya Sangha maka para pandita membantu perkembangan Buddha dhamma hingga saat ini.
4.     Dengan jerih payah para pandita(dharmaduta) maka menghasilkan organisasi yang menjadi wadah tunggal umat Buddha yaitu WALUBI pada tahun 1979 di Yogyakarta.
WALUBI singkatan Perwalian Umat Buddha Indonesia.

Cr : http://pak-diyon.blogspot.com/2012/01/sejarah-perkembangan-agama-buddha-di.html